Jumat, 08 April 2016

Gangguan Dalam Psikologi

Gangguan Makan:
BULIMIA

   Penderita bulimia nervosa makan dalam jumlah yang berlebihan rata-rata mengonsumsi 3.400 kalori setiap ¼ jam, padahal kebutuhan normal hanya 2.000-3.000 kalori per hari. Kemudian berusaha keras mengeluarkan kembali apa yang telah dimakannya, dengan cara memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar. Kegiatan makan yang berlebihan biasanya disertai dengan akivitas olahraga yang berlebihan.
Biasanya penderita tidak langsung ketahuan oleh orang lain bahwa menderita penyakit bulimia, karena berat adannya normal dan tidak terlalu kurus. Karena tidak ketahuan menyebabkan gangguan bulimia jarang ditangani dokter. Penyakit bulimia berawal ketika masih berusia remaja ini dapat berlangsung terus sampai usia 40-an. Banyak penderita bulimia memiliki berat badan yang normal dan kelihatan tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Mereka kelihatan sebagai orang-orang sehat, sukses dibidangnya, dan cenderung perfeksionis.
Namun kenyataannya mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah dan mengalami depresi. Penderitanya menunjukkan perilaku kompulsif, misalnya mengutil, ketergantungan alkohol dan sebagainya.
1.   PENGERTIAN BULIMIA
Bulimia berasal dari bahasa Yunani yang berarti lapar seperti sapi jantan. Gangguan ini mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori, seperti muntah, puasa atau olahraga berlebihan, untuk mencegah terjadinya berat badan bertambah.
Seseorang dikatakan mengalami bulimia nervosa adalah jika dia mengalami perilaku berulang-ulang makan dalam jumlah sangat banyak (rata-rata dua kali dalam seminggu kurun waktu tiga bulan) dan merasa sulit mengontrol diri saat makan. Secara teratur meggunakan obat-obatan untuk mencegah berat badannya naik, seperti obat perangsang muntah, obat pencahar berpuasa atau berdiet ketat, atau berolahraga berlebihan. Penderita bulimia sangat mencemaskan bentuk dan berat badannya.
Bulimia ditandai dengan kebiasaan makan banyak, lalu dikompensasi secara ekstrem, seperti memaksa diri muntah atau olahraga secara intens. Misal, penderitanya suka berpesta pora menyantap makanan kesukaan, lalu besok pagi berangkat ke pusat kebugaran berolahraga hingga lemas. Penderita bulimia mungkin mengalami fluktuasi berat badan, tetapi jarang sampai kurus seperti penderita anoreksia. Mereka memiliki berat badan normal atau bahkan gemuk. Untuk dapat di diagnosis bulimia, seseorang harus makan banyak dan membersihkan dirinya secara teratur, minimal dua kali seminggu selama beberapa bulan, mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori, seperti muntah, puasa, atau olahraga berlebihan, untuk mencegah terjadinya berat badan bertambah.
DSM-IV-TR (2000), mendefinisikan bahwa bulimia berawal dari makan-makanan secara berlebih-lebihan. Pada bulimia, makan berlebihan dilakukan secara diam-diam yang dipacu oleh stres dan berbagai emosi negatif hingga orang yang bersangkutan merasa sangat kekenyangan. Setelah seselsai makan berlebihan, rasa jijik, rasa tidak nyaman, dan takut bila berat badan bertambah memicu tahap kedua bulimia nervosa, pengurasan untuk menghilangkan efek asupan kalori. Paling sering adalah cara memasukkan jari-jari ke dalam tenggorokan agar tersedak.
Perubahan fisik pada bulimia nervosa seperti halnya anoreksia nervosa, bulimia terkait dengan beberapa efek samping pada fisik. Meskipun lebih jarang dari pada anoreksia, menstruasi tidak teratur, termasuk amenorea, dapat terjadi meskipun para pasien bulimia biasanya memiliki indeks massa tubuh dan IMT.
Davidson, Neale, Kring, dan Ann M. (2000), mengatakan bahwa tanda-tanda seseorang terkena bukimia adalah adanya rasa ketakutan pada kegemukan dan sangat senang dengan ukuran dan bentuk tubuh sendiri, membuat alasan pergi ke kamar mandi setelah makan, hanya makan rendah kalori, berpuasa atau diet di luar saat pesta pora, berolahraga berlebihan, selalu menggunakan obat-obat pencahat atau diuretik dan menarik diri dari kegiatan sosial, terutama pesta atau pertemuan yang melibatkan makanan.
2.    TERAPI GANGGUAN MAKAN BULIMIA
Davidson, Neale, Kring, dan Ann M. (2000), mengatakan bahwa penanganan gangguan makan terkadang harus melibatkan perawatan rumah sakit yang kadang dijalani dengan terpaksa, sering kali diperlukan untuk menangani pasien bulimia agar asupan makanan pasien dapat ditinggalkan secara bertahap dan dipantau dengan teliti. Pada bulimia, perlu diberikan intervensi biologis dan psikologis.
a.      Penanganan Biologis
Karena bulimia nervosa sering kali berkombinasi dengan depresi, maka penanganan angguan bulimia melibatkan obat0obat antidepresan. Fluoksetin lebih memberikan hasil dibandingkan dengan plasebo untuk mengurangi makan berlebihan dan muntah, juga mengurangi depresi dan sikap yang menyimpang terhadap makanan dan makan. Sayangnya, hal ini tidak terlalu berhasil. Hanya memulihkan berat badan tanpa mengurangi gejala-gejala psikologis.     
b.     Penanganan Psikologis Bulimia
Pendekatan terapi perilaku kognitif (CBT-cognitive) dari Fairburn merupakan standar penanganan bulimia yang paling baik tervalidasi paling baik dan paling terkini. Klien didorong untuk mempertanyakan berbagai standar masyarakat terkait dengan daya tarik fisik dan mengubah keyakinan yang mendorong mereka melaparkan diri guna mencegah bertambahnya berat badan.


Daftar Pustaka:

Pieter, Herry Zan. dkk.(2011). Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar