Gangguan Makan:
BULIMIA
Penderita bulimia nervosa makan dalam jumlah yang berlebihan rata-rata mengonsumsi 3.400 kalori setiap ¼ jam, padahal kebutuhan normal hanya 2.000-3.000 kalori per hari. Kemudian berusaha keras mengeluarkan kembali apa yang telah dimakannya, dengan cara memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar. Kegiatan makan yang berlebihan biasanya disertai dengan akivitas olahraga yang berlebihan.
Biasanya
penderita tidak langsung ketahuan oleh orang lain bahwa menderita penyakit
bulimia, karena berat adannya normal dan tidak terlalu kurus. Karena tidak
ketahuan menyebabkan gangguan bulimia jarang ditangani dokter. Penyakit bulimia
berawal ketika masih berusia remaja ini dapat berlangsung terus sampai usia
40-an. Banyak penderita bulimia memiliki berat badan yang normal dan kelihatan
tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Mereka kelihatan sebagai
orang-orang sehat, sukses dibidangnya, dan cenderung perfeksionis.
Namun
kenyataannya mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah dan mengalami
depresi. Penderitanya menunjukkan perilaku kompulsif, misalnya mengutil,
ketergantungan alkohol dan sebagainya.
1.
PENGERTIAN
BULIMIA
Bulimia berasal dari bahasa Yunani yang
berarti lapar seperti sapi jantan. Gangguan ini mencakup episode konsumsi
sejumlah besar makanan secara cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori,
seperti muntah, puasa atau olahraga berlebihan, untuk mencegah terjadinya berat
badan bertambah.
Seseorang dikatakan mengalami bulimia
nervosa adalah jika dia mengalami perilaku berulang-ulang makan dalam jumlah
sangat banyak (rata-rata dua kali dalam seminggu kurun waktu tiga bulan) dan
merasa sulit mengontrol diri saat makan. Secara teratur meggunakan obat-obatan
untuk mencegah berat badannya naik, seperti obat perangsang muntah, obat
pencahar berpuasa atau berdiet ketat, atau berolahraga berlebihan. Penderita bulimia
sangat mencemaskan bentuk dan berat badannya.
Bulimia ditandai dengan kebiasaan makan
banyak, lalu dikompensasi secara ekstrem, seperti memaksa diri muntah atau
olahraga secara intens. Misal, penderitanya suka berpesta pora menyantap
makanan kesukaan, lalu besok pagi berangkat ke pusat kebugaran berolahraga
hingga lemas. Penderita bulimia mungkin mengalami fluktuasi berat badan, tetapi
jarang sampai kurus seperti penderita anoreksia. Mereka memiliki berat badan
normal atau bahkan gemuk. Untuk dapat di diagnosis bulimia, seseorang harus
makan banyak dan membersihkan dirinya secara teratur, minimal dua kali seminggu
selama beberapa bulan, mencakup episode konsumsi sejumlah besar makanan secara
cepat, diikuti dengan perilaku kompensatori, seperti muntah, puasa, atau
olahraga berlebihan, untuk mencegah terjadinya berat badan bertambah.
DSM-IV-TR (2000), mendefinisikan bahwa
bulimia berawal dari makan-makanan secara berlebih-lebihan. Pada bulimia, makan
berlebihan dilakukan secara diam-diam yang dipacu oleh stres dan berbagai emosi
negatif hingga orang yang bersangkutan merasa sangat kekenyangan. Setelah seselsai
makan berlebihan, rasa jijik, rasa tidak nyaman, dan takut bila berat badan
bertambah memicu tahap kedua bulimia nervosa, pengurasan untuk menghilangkan
efek asupan kalori. Paling sering adalah cara memasukkan jari-jari ke dalam tenggorokan
agar tersedak.
Perubahan fisik pada bulimia nervosa
seperti halnya anoreksia nervosa, bulimia terkait dengan beberapa efek samping
pada fisik. Meskipun lebih jarang dari pada anoreksia, menstruasi tidak
teratur, termasuk amenorea, dapat terjadi meskipun para pasien bulimia biasanya
memiliki indeks massa tubuh dan IMT.
Davidson, Neale, Kring, dan Ann M. (2000), mengatakan bahwa
tanda-tanda seseorang terkena bukimia adalah adanya rasa ketakutan pada
kegemukan dan sangat senang dengan ukuran dan bentuk tubuh sendiri, membuat
alasan pergi ke kamar mandi setelah makan, hanya makan rendah kalori, berpuasa
atau diet di luar saat pesta pora, berolahraga berlebihan, selalu menggunakan
obat-obat pencahat atau diuretik dan menarik diri dari kegiatan sosial,
terutama pesta atau pertemuan yang melibatkan makanan.
2.
TERAPI GANGGUAN MAKAN BULIMIA
Davidson, Neale, Kring, dan Ann M.
(2000), mengatakan bahwa penanganan gangguan makan terkadang harus melibatkan
perawatan rumah sakit yang kadang dijalani dengan terpaksa, sering kali
diperlukan untuk menangani pasien bulimia agar asupan makanan pasien dapat
ditinggalkan secara bertahap dan dipantau dengan teliti. Pada bulimia, perlu
diberikan intervensi biologis dan psikologis.
a.
Penanganan
Biologis
Karena bulimia nervosa sering kali
berkombinasi dengan depresi, maka penanganan angguan bulimia melibatkan
obat0obat antidepresan. Fluoksetin lebih
memberikan hasil dibandingkan dengan plasebo
untuk mengurangi makan berlebihan dan muntah, juga mengurangi depresi dan sikap
yang menyimpang terhadap makanan dan makan. Sayangnya, hal ini tidak terlalu
berhasil. Hanya memulihkan berat badan tanpa mengurangi gejala-gejala
psikologis.
b.
Penanganan
Psikologis Bulimia
Pendekatan terapi perilaku kognitif (CBT-cognitive) dari Fairburn merupakan
standar penanganan bulimia yang paling baik tervalidasi paling baik dan paling
terkini. Klien didorong untuk mempertanyakan berbagai standar masyarakat
terkait dengan daya tarik fisik dan mengubah keyakinan yang mendorong mereka
melaparkan diri guna mencegah bertambahnya berat badan.
Daftar Pustaka:
Pieter, Herry Zan. dkk.(2011). Pengantar
Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar