Senin, 20 Juni 2016

Kasus Kesehatan Mental

1. Analisis kasus yang berkaitan dengan kesehatan mental yang terjadi di Indonesia dan kaitannya dengan teori Psikologi.

Masyarakat Terbelenggu Stres
(Kesehatan Jiwa Disepelekan)

JAKARTA, KOMPAS — Tekanan ekonomi, beban pekerjaan, tata kota yang buruk, hingga penyakit kronis yang diderita membuat masyarakat stres. Padahal, stres bisa memengaruhi produktivitas, meningkatkan keparahan penyakit, hingga memunculkan gangguan sosial. Namun, persoalan mental emosional itu masih disepelekan.
Faktanya, gangguan mental emosional berupa stres, kecemasan, dan depresi bukan monopoli masyarakat kota. Mereka yang tinggal di desa, kota kecil, hingga pulau terluar pun banyak yang mengalaminya.
”Masyarakat di kota besar stres karena menghadapi beban dan tuntutan kerja, sedangkan di kota kecil karena persoalan ekonomi, seperti kemiskinan atau sulitnya mencari kerja,” kata Direktur Bina Upaya Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora di Jakarta, Rabu (20/5).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan, 6 persen masyarakat Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Prevalensi tertinggi penderita gangguan di Sulawesi Tengah, sebesar 11,6 persen.
Namun, penderita gangguan mental emosional justru banyak terdapat di kota kecil dan daerah terluar, seperti Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, sebesar 37,1 persen dan Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, sebesar 22,3 persen. Warga kota dengan prevalensi cukup tinggi ada di Kota Bogor, Jawa Barat, sebesar 28,1 persen.
Mereka yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah orangtua, perempuan, berpendidikan dan berpenghasilan rendah, dan tinggal di kota.
Meski demikian, Riskesdas tidak menjelaskan penyebab stres dan depresi yang dialami masyarakat. Namun, Eka menilai faktor risiko pemicu munculnya gangguan mental emosional itu, baik di kota maupun desa, sama. Namun, persoalannya berbeda.
Stres muncul akibat adanya tekanan atau beban hidup. Stres menjadi kecemasan jika apa yang dikhawatirkan belum terjadi dan menjadi depresi jika ”bencana” yang ditakutkan sudah terjadi. Munculnya stres biasanya ditandai dengan gangguan tidur, mudah terkejut, cemas berlebihan, sulit berkonsentrasi, jantung berdebar, hingga gangguan fisik seperti sakit perut dan diare.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Danardi Sosrosumihardjo mengatakan, stres bisa menjadi cemas atau depresi sangat bergantung pada daya tahan seseorang menghadapi tekanan dan besarnya tekanan yang terjadi. Daya tahan itu dipengaruhi faktor genetika, pola asuh, kualitas gizi, kondisi lingkungan, hingga sistem pendidikan. ”Mau tinggal di mana saja kalau mekanisme pertahanan dirinya kurang kokoh, tetap akan mudah mengalami gangguan mental emosional,” katanya.
Analisa menggunakan teori Psikologi:
Pada kasus di atas dapat menggunakan analisa kasus dengan teori Psikoanalisa, karena sesuai dengan adanya permasalahan yang terdapat pada kasus stres tersebut.
Teori ini menekankan pengaruh kecemasan, hasrat, motivasi dalam pemikiran, perilaku yang tidak disadari, dan perkembangan sifat-sifat kepribadian serta masalah-masalah psikologi yang tidak tersalurkan. Hasil dari belajar dapat mengatasi tekanan dan kecemasan. Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego.
Jadi kesimpulan dari analisa kasus di atas adalah Tekanan ekonomi, beban pekerjaan, tata kota yang buruk, hingga penyakit kronis yang diderita membuat masyarakat stres. Namun, persoalan mental emosional itu masih disepelekan. Stres muncul akibat adanya tekanan atau beban hidup. Stres menjadi kecemasan jika apa yang dikhawatirkan belum terjadi dan menjadi depresi jika ”bencana” yang ditakutkan sudah terjadi. Mereka yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah orangtua, perempuan, berpendidikan/berpenghasilan rendah, dan tinggal di kota. Semua dapat terjadi karena adanya dorongan dasar yang memiliki desakan dan bersumber pada bagian tubuh yang mengalami ketegangan. Dorongan bekerja sebagai tekanan motivasional yang konstan sebagai stimulus internal karena seseorang tak bisa menghindar.
2. Pandangan-pandangan atau pemahaman terkait dengan kesadaran akan Kesehatan Mental pada masyarakat di Indonesia dan Masukan untuk meningkatkan kesadaran akan Kesehatan Mental di Indonesia.
Pandangan:
Menurut pandangan saya, tingkat kesadaran akan kesehatan mental pada masyarakat Indonesia masih sangat kurang bahkan peran pemerintah pun masih kurang pada penderita penyakit mental. Para penyandang penyakit mental di Indonesia masih diperlakukan buruk dengan tidak sebagaimana mereka seharusnya diperlakukan dengan baik, para penyandang penyakit mental tak jarang mengalami hal yang traumatis dalam hidupnya saat menjalani penghidupan yang seharusnya butuh keprihatinan dan perhatian dari orang sekitar. Banyak penyandang penyakit mental yang dipasung agar tidak mengganggu orang sekitarnya dan menghindari pandangan buruk orang sekitar terhadap keluarga si penyandang mental tersebut.
Masukan:
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan Kesehatan Mental yang banyak terjadi  di Indonesia, sebagai masyarakat yang peduli akan sesama berkerja sama dengan pemerintah untuk harus lebih memerhatikan keadaan lingkungan masyarakat dan diadakannya sosialisasi peduli sesama pada masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental. Dengan diadakannya sosialisasi tersebut diharapkan masyarakat lebih bisa menghargai kesehatan pada diri sendiri maupun diri orang lain di sekitarnya.