PSIKOTERAPI
KELOMPOK 4
Anugrah Jati Syahputri (11514446)
Claudia Rosiana W.M (12514459)
Dian Praminta Wicaksana (12514990)
Firda Nur Amalina (14514257)
Giani Putri Handri (14514532)
Naufal Radiansyah D.P (17514860)
Vinda Tifani Putri (1C514065)
Dosen : Ajeng Furida Citra
3PA13
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
DEPOK
2017
Kata Pengantar
Puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya
penyusun bisa menyelesaikan makalah berjudul “Rational Emotive Therapy”.
Makalah ini di buat guna memenuhi tugas mata kuliah Psikoterapi.
Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat terutama bagi penyusun dan bagi pembaca pada umumnya.
Depok, 1 April 2017
Penulis
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sejarah Perkembangan
B.
Hakikat Manusia
C. Perkembangan Perilaku
1. Struktur kepribadian
2. Pribadi Sehat dan Bermasalah
D. Hakikat Konseling
E. Kondisi Pengubahan
1. Tujuan
2. Sikap, Peran dan
Tugas Konselor
3. Sikap, Peran dan
Tugas Konseli
4. Situasi Hubungan
F. Mekanisme Pengubahan
1. Tahap-tahap Konseling
2. Teknik-teknik Konseling
G. Hasil Penelitian
H. Kelemahan dan Kekuatan
BAB III
KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rational
Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada
tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi
Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian.
Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan bahwa
sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis,
1974).
Teori
Rasional Emotif ini merupakan sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik
(termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization).
Oleh karena itu Ellis menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive Therapy.Konsep
ini merupakan sebuah aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang berakar pada
filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard, Nietzsche, Buber,
Heidegger, Jaspers dan Marleu Ponty, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk
eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan Psikoterapi, yang lebih dikenal
sebagai Psikologi Humanistik.
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimana pengertian rational
emotive therapy?
- Bagaimana konsep dasar
teori rational emotive therapy?
- Bagaimana asumsi perilaku
rational emotive therapy?
- Apa tujuan konseling
rational emotive therapy?
- Bagaimana peran konselor?
- Bagaimana deskripsi proses
konseling?
- Apa saja teknik konseling
rational emotive therapy?
- Apa kelebihan dan
keterbatasan rational emotive therapy?
- Bagaimana penerapan teori rational emotive therapy?
C.
Tujuan Penulisan
- Mengetahui pengertian rational
emotive therapy.
- Mengetahui konsep dasar
rational emotive therapy.
- Memahami asumsi perilaku
bermasalah.
- Mengetahui tujuan konseling
dalam rational emotive therapy.
- Mengetahui peran konselor dalam
rational emotive therapy.
- Mengetahui deskripsi proses
konseling.
- Mengetahui teknik konseling
rational emotive therapy.
- Mengetahui kelebihan dan
keterbatasan konseling rational emotive therapy.
- Mengetahui penerapan teori
rational emotive therapy.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sejarah
Perkembangan
Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT)
sebelumnya disebut rational therapy dan rational
emotive therapy, merupakan terapi yang komprehensif, aktif-direktif,
filosofis dan empiris berdasarkan psikoterapi yang berfokus pada penyelesaian
masalah-masalah gangguan emosional dan perilaku, serta menghantarkan individu
untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih bermakna (fulfilling lives).
REBT diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis (1950an), seorang
psikoterapis yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi
dan modern yang lebih mengarah pada teori belajar kognitif. Asal-usul terapi
rasional-emotif dapat ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno
yang membedakan tindakan dari interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius
dalam bukunya “The Enchiridion”, menyatakan bahwa manusia tidak begitu
banyak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana
manusia memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are not
disturbed by things, but by the view they take of them).
Pada mulanya Ellis menggunakan psikoanalisis dan person-centered
therapy dalam proses terapi, namun ia merasa kurang puas
dengan pendekatan dan hipotesis tingkah laku klien yang dipengaruhi oleh sikap
dan persepsi mereka. Hal inilah yang memotiviasi Ellis mengembangkan
pendekatan rational emotive dalam psikoterapi yang ia percaya
dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan efek terapeutik. Ellis
mengembangkan teori A-B-C, dan kemudian dimodifikasi menjadi pendekatan
A-B-C-D-E-F yang digunakan untuk memahami kepribadian dan untuk mengubah
kepribadian secara efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti nama pendekatan
tersebut dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau yang
biasa kita singkat menjadi REBT. Sampai saat ini, REBT merupakan salah satu
bagian dari cognitive behavior therapy (CBT).
B. Hakikat
Manusia
Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapi (REBT)
memandang manusia sebagai individu yang didominasi oleh sistem berfikir dan
sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu. Keberfungsian
individu secara psikologis ditentukan oleh fikiran, perasaan dan tingkah laku.
Tiga aspek ini saling berkaitan karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya.
Secara khusus, pendekatan ini berasumsi bahwa individu memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Individu
memiliki potensi yang unik untuk berfikir rasional dan irrasional.
2. Pikiran
irasional berasal dari proses belajar, yang irasional didapat dari orangtua dan
budayanya.
3. Manusia
adalah makhluk verbal dan berfikir melalui simbol dan bahasa. Dengan demikian,
gangguan emosional yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide
dan pemikiran irrasional
4. Gangguan (self
verbalising) yang terus menerus emosional yang disebabkan oleh
verbalisasi dan persepsi serta sikap terhadap kejadian merupakan
akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
5. Individu
memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
6. Pikiran dan
perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan mengorganisasikan
kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional.
Secara
dialektik, REBT berasumsi bahwa berfikir logis itu tudak mudah, kebanyakan
individu cenderung ahli dalam berfikir tidak logis. Contoh berfikir tidak logis
biasanya banyak menguasai individu adalah:
-
Saya harus sempurna
-
Saya baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali!
-
Ini adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya
tidak berguna.
Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit yang
biasanya dipegang oleh individu namun tidak sering diverbalkan, yaitu (1) nilai
untuk bertahan hidup (survival) dan (2) nilai kesenangan (enjoyment). Kedua
nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup lebih panjang,
menetralisir stress emosional dan tingkah laku yang merusak diri, serta
mengaktualisasikan diri sehingga individu dapat hidup dengan penuh bahagia.
Meskipun teori ini tidak membahas tahap perkembangan
individu, pendapat REBT bahwa anak-anak paling gampang terkena pengaruh dari
luar dan memiliki cara berfikir yang tidak rasional daripada orang dewasa. Pada
dasarnya,mausia itu naif, mudah disugesti, dan mudah terusik. Secara
keseluruhan orang mempunyai kemampuan dalam dirinya sendiri untuk mengontrol
pikiran, perasaan dan tindakan, tetapi pertama-tama dia harus menyadari apa
yang mereka katakan pada diri sendiri (bicara pada diri sendiri) untuk
mendapatkan atas kehidupannya.Ellis mengidentifikasi sebelas keyakinan
irrasional individu yang dapat mengakibatkan masalah, yaitu:
1.
Saya yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir
setipa orang dimana saya menjalin kontak.
2.
Saya yakin mestinya harus benar-benar kompeten,
adekuat dan mencapai satu tingkat penghargaan yang diakui seutuhnya.
3.
Beberapa orang berwatak buruk, jahat dan kejam, karena
itu mereka layak disalahkan dan dihukum.
4.
Menjadi sebuah bencana besar ketika suatu hal terjadi
seperti yang tidak pernah saya inginkan.
5.
Ketidakbahagiaan disebabkan oleh situasi tertentu yang
berada diluar kemampuan saya mengendalikannya.
6.
Hal-hal yang berbahaya atau menakutkan adalah sumber
terbesar kekhawatiran, dan saya harus mewaspadai potensi destruktifnya.
7.
Lebih mudah menghindari kesulitan dan tanggung jawab
tertentu ketimbang menghadapinya.
8.
Saya meatinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain,
dan mestinya memiliki orang-orang yang sungguh bisa diandalkan untuk
memperhatikan saya.
9.
Pengalaman dan kejadian masa lalu menentukan perilaku
saya saat ini; pengaruh masa lalu tidak pernah bisa dihapus.
10. Saya
mestinya cukup kesal terhadap problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.
11. Selalu
terdapat solusi benar atau sempurna untuk setiap problem, dan itu mestinya bisa
ditemukan, atau problemnya tidak akan pernah selesai hingga tuntas.
C. Perkembangan
Perilaku
1.
Struktur kepribadian
Pandangan pendekatan rasional emotif
tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep konsep kunci teori Albert Ellis :
ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Activating
event (A), Belief (B), dan Emotional
consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan
konsep atau teori ABC.
Activating event (A) yaitu
segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu
yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian
suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu
keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational
belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional
belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau
sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi
produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem
berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu
tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan
konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent
event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A
tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik
yang rB maupun yang iB.
Disputing (D), terdapat tiga
bagian dalam tahap disputing, yaitu:
1) Detecting
irrational beliefs
Konselor menemukan keyakinan klien
yang irasional dan membantu klien untuk menemukan keyakinan irasionalnya
melalui persepsinya sendiri.
2) Discriminating
irrational beliefs
Biasanya keyakinan irasional
diungkapkan dengan kata-kata: harus, pokoknya atau tuntutan-tuntutan lain yang
tidak realistik. Membantu klien untuk mengetahui mana keyakinan yang rasional
dan yang tidak rasional.
3) Debating
irrational beliefs
Beberapa strategi yang dapat digunakan:
·
The lecture (mini-lecture), memberikan
penjelasan.
·
Socratic debate, mengajak klien untuk beradu
argumen.
·
Humor, creativity seperti:
cerita, metaphors, dll.
·
Self-disclosure: keterbukaan konselor tentang
dirinya (kisah konselor, dll)
2.
Pribadi Sehat dan Bermasalah
a.
Pribadi Sehat
Individu yang dapat berpikir secara
rasional dalam menanggapi setiap rangsangan terhadap dirinya.
b.
Pribadi Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan
konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku
yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Terdapat tujuh faktor yang
dapat digunakan untuk mendeteksi pikiran irasional, yaitu:
1.
Lihat pada generalisasi yang berlebihan
(overgeneralization)
2.
Lihat pada distorsi (distortion)
3.
Lihat pada hal-hal yang dihapus (deletion)
4.
Lihat pada hal-hal yang dianggap tragedi atau bencana
(catastrophising)
5.
Lihat pada penggunaan kata-kata absolut
6.
Lihat pada pernyataan yang menunjukkan ketidaksetujuan
terhadap sesuatu atau seseorang yang konseli pikir mereka tidak dapat menahannya.
7.
Lihat pada ramalan atau prediksi masa depan.
D. Hakikat
Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan
prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk
mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
oleh konselor dan klien. Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
- Aktif-direktif,
artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
- Kognitif-eksperiensial,
artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien
dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
- Emotif-ekspreriensial,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek
emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
- Behavioristik,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
E. Kondisi
Pengubahan
1. Tujuan
Tujuan utama REBT berfokus pada
membantu konseli untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup rasional dan
produktif. REBT membatu
konseli agar berhenti membuat tuntutan dan merasa kecal melalui kekacauan,
konseli dalam REBT dapat mrngekspresikan beberapa perasaan negatif, tetapi
tujuan utamanyaadalahmembatu klien agar tidak memberikan tanggapan emosional
melebihi yang selayaknya tehadap sesuatu peristiwa. REBT juga
mendorong konseli untuk lebih toleran terhadap diri sendiri dan oranglain,
serta mengajak mereka untuk mencapai tujuan pribadi. Tujuan trsebut dicapai
dengan mengajak orang berfikir rasional untuk mengubah tingkah laku
menghancurkan diri dan dengan membantunya mempelajari cara bertindak yang baru.
2.
Sikap, Peran dan Tugas Konselor
Tugas utama konselor dalam hal ini
secara pokok ada dua:
a.
Interpersonal, yaitu
membangun hubungan terapeutik, membangun rapport, dan suasana kolaboratif
b.
Organisational, yaitu
bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi, mengadakan proses assesmen
awal, menyetujui wilayah masalah dan membangun tujuan konseling.
Konselor
harus aktif dan langsung. Mereka adalah instruktur yang mengajarkan dan membetulkan
kognisi konseli. Melawan keyakinan yang tertanam kuat membutuhkan lebih dari
sekedar logika. Dibutuhkan repetisi dan konsistensi. Oleh karena itu, konselor
harus menyimak dengan cermat untuk menemukan pernyataan tidak logisatau salah
dari kliennya dan keyakionan yang bertentangan. Konselor harus cerdas,
berwawasan, empatik, respek, tulus, konkret, bertekad kuat, ilmiah, berminat
membantu orang lain, dan pengguna REBT.
Terapis REBT
menganggap bahwa kondisi fasilitatif inti dari empati, penerimaan tanpa syarat
dan keaslian sering diinginkan, namun itu tidak cukup untuk merubah dalam
terapi konstruktif. Untuk membatu perubahan tersebut terjadi, teripis REBT
perlu membantu klien mereka untuk melakukan hal berikut:
-
Sadarilah bahwa sebagian besar maslah psikologis
ditimbulkan oleh mereka sendiri.
-
Mengakui sepenuhnya bahwa mereka mampu mengatasi
masalahnya.
-
Memahami bahwa masalah mereka berasal dari sebagian
besar keyakinan mereka yang irrasional.
-
Mendeteksi keyakinan irrasional dan membedakannya
dengan keyakinan rasional mereka.
-
Periksa keyakinan irasional mereka dan keyakinan
rasional mereka sampai mereka melihat dengan jelas bahwa keyakinan irasional
mereka adalah palsu, tidak logis dan tidak konstruktif, sementara keyakinan
rasional mereka benar, masuk akal dan konstruktif.
-
Berusaha menuju internalisasi keyakinanbaru mereka
yang irrasional dengan menggunakan berbagai metode kognitif (termasuk
imaginal), emosi dan metode perubahan perilaku. Dalam tindakan tertentu dengan
cara-cara yang konsisten dengan keyakinan rasional mereka ingin mengembangkan
dan menahan diri dari bertindak dengan konsisten menggunakan keyakinan lema
mereka yang irasional.
-
Perluas proses pemeriksaan keyakinan dan menggunakan
metode perubahan multimodal ke daerah kehidupan mereka yang lain dan
berkomitmen untuk melakukannya selama diperlukan.
3.
Sikap, Peran dan
Tugas Konseli
Umumnya, peran
klien dalam REBT mirip seorang siswa atau pelajar. Proses konseling dipandang
sebagai suatu proses reedukatif di mana klien belajar cara menerapkan pikiran
logis pada pemecahan masalah.
Pengamalam
utama klien adalah mencapai pemahaman emosional atas sumber-sumber gangguan
yang dialaminya. Pada taraf pertama, klien menjadi sadar bahwa ada anteseden
tertentu yang menyebabkan timbulnya irrasional belief. Taraf kedua, klien
mengakui dirinyalah yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan yang irrasional. Tahap ketiga, klien berusaha untuk
menghadapi secara rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha menghapus
irrational belief dan mengggantinya dengan rational belief.
Klien yang
telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal : (1) minat
kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi
terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen
terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil
risiko, dan (10) menerima kenyataan.
4. Situasi Hubungan
Kerena
REBT pada dasarnya adalah proses perilaku kognitif dan direktif, sebuah
hubungan intens antara terapis dan klien tidak
diperlukan. Seperti halnya terapi person centered Rogers, praktisi REBT
menerima tanpa syarat semua klien den juga mengajarkan mereja untukm menerima
oranglain tanpa syarat dan diri mereka sendiri.
Namun,
Ellis yakin bahwa terlalu banyak kehangatan dan pemahaman dapat menjadi
kontraproduktif dengan menumpuk rasa ketergantungan persetujuan dari terapis.
Praktisi REBT menerima klien mereka sebagai makhluk tidak sempurna yang
dapat dibantu melalui berbagai teknik mengajar, biblioterapi dan
modifikasi perilaku,. Ellis membangun hubungan dengan kliennya dengan
menunjukkan kepada mereka bahwa ia memiliki iman yang besar dalam kemampuan
mereka untuk merubah diri mereka sendiri dan bahwa ia memiliki alat untuk membantu
mereka melakukan hal ini
Terapis
REBT sering terbuka dan langsung dalam pengungkapan keyakinan diri dan
nilai-nilai. Mereka bersedia untuk berbagi ketidaksempurnaan diri mereka
sebagai cara untuk memperjuangkan gagasan realistis klien. Itu adalah penting
untuk membangun sebanyak mungkin hubungan egaliter, sebagai lawan untuk
menghadirkan diri sebagai sebuah otoritas.
F. Mekanisme Pengubahan
1.
Tahap-tahap Konseling
Tahap 1
Proses dimana konseli diperlihatkan
dan disadarkan bahwa mereka tidak logis dan irrasional. Proses ini memnbantu
klien memahami bagaimana dan mengapa dapat terjadi irrasional. Pada tahap ini
konseli diajarkan bahwa mereka mempunyai potensi
untuk mengubah hal
tersebut.
Tahap II
Pada tahap ini konseli dibantu untuk
yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah.
Pada tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan
rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan menggunakan
pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang diri, orang lain dan
lingkungan sekitar. Pada tahap ini konselor menggunakan teknik-teknik konseling
REBT untuk membantu konseli mengembangkan pikiran rasional.
Tahap III
Tahap akhir, konseli dibantu untuk
secara terus menerus mengembangkan pikiran rsional serta mengembangkan
fillosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang
disebabkan oleh pemikirian irasional.
Tahap-tahap ini merupakan proses
natural dan berkelanjutan. tahap ini menggambarkan keseluruhan proses konseling
yang dilalui oleh konselor dan konseli.
2. Teknik-teknik
Konseling
Teknik Kognitif
-
Dispute Kognitif (cognitif diputation)
-
Analisis Rasional (ratinal analysis)
-
Dispute standar ganda (double-standart dispute)
-
Skala katastropi (catastrophe scale)
-
Devil’s advocate atau rational role riversal
-
Membuat frame ulang (refeaming)
Teknik Imageri
-
Dispute imajinasi ( imaginal disputation)
-
Kartu kontrol emosional ( the emotional control card –
ECC)
-
Proyeksi Waktu (time projection)
-
Teknik melebih-lebihkan (the blow-up technique)
Teknik Behavioral
-
Dispute tingkah laku (behavioral disputation)
-
Bermain peran (role playing
-
Peran rsional tebalik (ratinal role reversal)
-
Pengalaman langsung (exposure)
-
Menyerang rasa malu (shame attacking)
-
Pekerjaan rumah (homework assignment)
G. Hasil
Penelitian
1.
Aaron Beck – Cognitive Therapy
Cognitive Therapy, didasarkan pada
alasan teoritis bahwa cara orang merasakan dan berperilaku ditentukan oleh
bagaimana mereka memahami dan struktur pengalaman mereka
2. Donald
Maichenbaum – Cognitive Behavior Modification
Cognitive Behavior Modification,
pernyataan terhadap diri dalam banyak hal juga mempengaruhi diri seperti halnya
pernyataan dari orang lain. Merubah pola sifat untuk mengevaluasi
perilaku.
H. Kelemahan
dan Kekuatan
Kekuatan
- Pendekatan
ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan klian hanya
mengalamisedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi REBT.
- Pendekatan
ini ddapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya
untuk membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
- Pendekatan
ini relatif singkat dan klian dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini
secara swa-bantu.
- Pendekatan
ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk klian dan
konselor. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi
seperti ini.
- Pendekatan
ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah
diperbaiki.
- Pendekatan
ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah
seperti depresi dan ansietas
Kelemahan
- Pendekatan
ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan
atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai
kelainan pemikiran yang berat.
- Pendekatan
ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang
mengalami kesulitan dalam memisahkan teori dari ke-eksentrikan Ellis.
- Pendekatan
ini langsung dan berpotensi membuatkonselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan
tidak merawat klien seideal yang semestinya.
- Pendekatan
yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana
dalam membantu klien mengubah emosinya.
BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan Rational-Emotive Behavior
Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada
keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di
kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk
berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di
samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir
rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah
pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.
DAFTAR PUSTAKA
Gladding, Samuel T. (2009). Konseling: Profesi
yang Menyeluruh (edisi enam). Terjemahan P.M. Winarno
& Lilian Yuwono. 2012. Jakarta: PT. Indeks
Lesmana, J. M. (2005). Dasar-dasar konseling.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Link film mengenai Rational Emotive Therapy: